
Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mengancam akan melakukan perlawanan
hukum terkait keputusan besaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang telah
ditetapkan pemerintah sebesar Rp 19.225.
KAJS menilai keputusan yang keluar dari hasil rapat pemerintah
dipimpin Wakil Presiden RI Boediono tersebut telah bertentangan dengan
konstitusi.
"(Kami) akan melakukan aksi besar-besaran agar
pemerintah menjalankan jaminan kesehatan sesuai perintah konstitusi,"
kata Sekretaris Jenderal KAJS yang juga Presiden Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Minggu
(21/7/2013).
Iqbal menjelaskan, jumlah peserta PBI yang
ditetapkan pemerintah sebanyak 86,4 juta orang seharusnya diubah menjadi
156 juta orang. Jumlah itu berasal dari 96,7 juta orang miskin dan
tidak mampu berdasarkan data PNP2K dan DJSN, ditambah 45,5 juta orang
peserta Jamkesda dan buruh yang berpenghasilan upah minimum.
"Peserta Jamkesda wajib diintegrasikan kedalam peserta BPJS kesehatan, tidak boleh terpisah," ujar Iqbal.
KAJS
juga menuntut iuran PBI sebesar Rp 22.500 bukan Rp.19.000 serta
pemerintah tidak bisa lagi menggunakan alasan ketidakmampuan fiskal
untuk mengurangi nilai iuran karena akan berimplikasi terhadap kualitas
pelayanan kesehatan.
Bahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta
nilai iuran sebesar Rp. 60.000 perorang. Nilai iuran Rp. 19.000 ini pun
menunjukan inkonsistensi pemerintah karena pada saat bersamaan
pemerintah menetapkan iuran jaminan kesehatan untuk buruh dan pengusaha
sebesar 5% dari upah yaitu kira-kira sebesar Rp.60.000 perorang (memakai
UMP Jabodetabek).
"Jadi sikap pemerintah ini hanya ingin menarik dana masyarakat tapi melepaskan tangung jawab negara," jelas Iqbal.