Hallo Tamu? Selamat Datang Di I DEMO SITE
Pasang Iklan I Profile I Event I DisClaimer I Sitemap
Beranda » , » Mempertahankan Masjid Sunan Kudus

Mempertahankan Masjid Sunan Kudus

Lintaskan!!
Advertise
Menara Masjid Sunan Kudus tengah dipugar. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melibatkan ahli arsitektur Perguruan Tinggi Antarbangsa, Malaysia. »Bangunan Menara dan Masjid Sunan Kudus mempunyai daya tarik tersendiri,” kata Nurul Syala, dosen arsitektur Perguruan Tinggi Antarbangsa Malaysia ketika meninjau lokasi itu, Kamis 20 Juni 2013. 

Bagunan Masjid Sunan Kudus sangat khas dan mempertahankan tradisi. Peninggalan tersebut mengundang kajian warisan budaya. Menurut Nurul, hal itu tak lepas dari peran Walisongo dalam penyebaran Islam di nusantara. 

Nurul sangat menaruh perhatian besar pada jasa Walisongo. Mereka menyebarkan agama Islam dengan mengedepankan toleransi beragama. Budaya-budaya sebelumnya tak dihilangkan. »Namun merupakan akulturasi dengan budaya Islam,” kata Nurul. »Salah satunya Menara dan Masjid Sunan Kudus.”
Tak cuma masjid, bagunan di sekelilingnya pun masih khas. Satu di antara bangunan-bangunan itu adalah Rumah Adat Kudus. »Selain dari bangunan, Kudus memiliki makanan khas yang dikenal hingga mancanegara,” kata Nurul.


Nurul melihat dari dekat kondisi Menara Masjid Sunan Kudus yang tengah diperbaiki. Bangunan Menara Masjid peninggalan Sunan Kudus (Ja’far Sadiq ) itu dibangun pada abad 15 Masehi. Bagian atapnya mengalami kemiringan ke utara 11 sentimeter. Menara setinggi 18 meter itu rusak dan terlihat miring sekitar satu derajat ke arah barat daya. 

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, lima tahun silam, sudah menyadari kondisi itu. »Karena itu, kami perlu merevitalisasi agar kerusakan tidak berlanjut,” kata Rabiman, ahli konservasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah di lokasi Menara Masjid Sunan Kudus.

Untuk memperbaikinya, Balai membuat andang dari bambu mengelilingi Menara. Andang berfungsi sebagai tangga. Selama perbaikan, para pengunjung dilarang mendekati Menara yang diperbaiki sejak 1 Juni lalu. Perbaikan melibatkan 15 ahli purbakala dibantu delapan tenaga lokal. 

Pada tahap pertama, Mereka membongkar pada bagian pustoko (atap ) Menara. Kerangka kayunya diturunkan untuk diperbaiki, dan bagian yang rusak diganti. Sebelum dikerjakan, mereka mencuci kayunya dengan air rendaman cengkih dan tembakau terlebih dahulu. »Tujuannya agar kayu tidak dimakan rayap,” kata Supriyanto, ahli perbakala lain. 

Sirap kayunya pun sebagian sudah rusak. Mereka menganggap perlu diganti.
Badan bangunan menara pun sudah memprihatinkan. Rabiman memperkirakan kerusakannya sudah mencapai 50 persen. »Sebagian besar batanya sudah rapuh,» kata dia.  Bangunan menara akan diperbaiki secara bertahap. Balai Pelestarian Purbakala hanya menyediakan 3 ribu bata khusus sebagai pengganti. 

Ahli purbakala Supriyanto memperkirakan secara keseluruhan bagunan itu memerlukan 50 ribu bata. Nantinya, perbaikan akan bersifat tambal sulam. 

Kompleks wisata Menara Masjid dan makam Sunan Kudus serta makam Sunan Muria di Kabupten Kudus merupakan penyangga utama pariwisata Kudus. Pengembangan obyek wisata fosil manusia purba Patiayam dan desa wiayat tak mampu menandinginya. Wisatawan tetap tertarik mendatangi obyek wisata religi ini. »Kompleks makam Sunan Kudus dan Sunan Muria memang obyek wisata religi unggulan di Kota Kretek,” kata Mutrikah, Kepala Seksi Promosi Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kudus, Ahad,  23 Juni 2013.

Bulan Rajab dan Sya’ban merupakan waktu kedatangan wisatawan terbanyak. Setiap hari, siang ataupun malam, ratusan bis dari berbagai kota di Jawa, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat memadati makam Sunan Kudus dan Sunan Muria. Mereka adalah peziarah makam wali yang dikeramatkan itu. 

Kunjungan berakhir memasuki Ramadan. Tak jarang Kota Kudus padat, pengguna jalan raya tersendat, bahkan macet. Mungkin pengunjung Kota Kudus pun akan terbiasa melihat pengojek tak begitu taat aturan lalu-lintas. Mereka memboncengkan dua penumpang tanpa helm pengaman dari terminal wisata hingga kompleks makam, yang berjarak sekitar 3 kilometer. Mereka pun tak segan menerabas lampu merah di perempatan jalan. 

Kondisi serupa bisa dilihat pula di Makam Sunan Muria, di puncak Gunung Muria. »Pengunjung lima kali lipat dari hari- hari biasa,” kata Nur Khudrin, Sekretaris Yayasan Masjid dan Sunan Muria Kudus. Pengunjung biasa berziarah pada libur sekolah, bulan Syura dan mendekati acara Buka Luwur.

Kedua makam itu memang mendatangkan pendapatan cukup besar pada musim sibuk. Pengurus masjid bisa memperoleh pendapatan berlipat. Pengurus Masjid dan Makam Sunan Kudus yang tak bersedia disebut namanya, menyatakan pendapatan dari pengunjung pada hari biasa di luar Ramadan berkisar Rp 60-70 juta per bulan. Namun pada bulan Syura bisa mencapai Rp 100 juta per bulan. 

Pendapatan itu digunakan untuk perawatan, perbaikan dan honor pegawai, serta uang transpor bagi ulama pengisi acara pengajian. »Setiap pegawai di sini honornya berkisar Rp 4 juta,” kata Pengurus itu. Selama ini, kedua masjid peninggalan Walisongo itu tak pernah mendapatkan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.